Liverpool tim tangguh, Liverpool tim hebat dan Liverpool is The Real Reds of Britannia. Itulah sebuah ungkapan yang sangat layak disematkan untuk tim yang bermarkas di Anfield tersebut. Di Britannia memang ada dua tim yang memakai julukan Si Merah, yaitu Liverpool dan Manchester United. Untuk saat ini ada yang bilang The Real Reds itu adalah Manchester United. Tak salah memang jika patokannya mel
ihat peforma tim yang berjuluk Setan Merah itu dalam dalam dua dekade terakhir ini. Akan tetapi, lihatlah statistik keseluruhan, Liverpoollah yang lebih pantas menyandang predikat tersebut dibanding tim Setan Merah.

Tentu tak akan pernah ada habisnya bila membahas rivalitas keduanya di ranah Liga Primer Inggris. Perseteruan antara Liverpool dan Manchester United ibarat kucing dan anjing yang tak akan pernah akur, baik di dalam maupun di luar lapangan. Tak heran apabila kedua tim saling bertemu selalu diwarnai hujan kartu dan perang urat saraf antar pemain, pelatih dan juga supporter kedua tim.

Awal mula ketegangan dan perseteruan kedua kubu justru tidak berakar dari dunia sepak bola, perseteruan mereka malah bermula dari aspek sosial dan politik. Akar perseteruannya kala itu berawal ketika pemerintah kota Manchester membangun sebuah kanal atau terusan yang diberi nama Manchester Ship kanal. Akibat dibangunnya kanal tersebut kota Liverpool yang terkenal sebagai jalur perdagangan laut di Britannia mengalami kelesuan dalam bidang perekonomian karena kapal-kapal dagang dari belahan Eropa yang sebelumnya melewati pelabuhan Liverpool, kini tidak lagi singgah terlebih dahulu ibukota Merseyside itu. Mulai saat, itu perseteruan kedua kota tak hanya dari aspek sosial dan politik bahkan meluas merabah ke dunia sepakbola dengan diwakili oleh Liverpool FC dan Manchester United yang membawa misi mengharumkan nama kotanya melalui olahraga sepakbola.

Dalam Persaingannya di dunia sepak bola, Liverpool FC terlebih dahulu mencatatkan namanya sebagai tim terkuat di Inggris. Kejayaan Liverpool dimulai pada dekade 70 hingga 80-an. Pada dekade tersebut Liverpool sukses meraih 13 gelar juara liga, sedangkan Manchester united sama sekali tidak berhasil sekalipun merasakan gelar liga dalam jangka waktu tersebut. Bill shankly yang merupakan manajer tersukses Liverpool saat itu benar-benar tahu bagaimana memuaskan Liverpudlian, julukan supporter Liverpool, dan masyarakat kota Liverpool, yaitu dengan menempatkan Liverpool FC agar selalu berada di atas Manchester United.

Pada mei 1985 saat laga final Liga Champions yang mempertemukan Liverpool dengan Juventus, sebuah tragedi paling buram dalam sejarah sepak bola terjadi. Tragedi yang kemudian dikenal dengan sebutan tragedi Heysel. Peristiwa ini bermula ketika fans Liverpool dan Juventus saling mengejek dan melecehkan, lalu tiba-tiba sekitar satu jam sebelum kick off kelompok hooligan Liverpool menerobos masuk ke wilayah tifosi Juventus. Saat itu, tidak ada perlawanan dari Juventini, julukan supporter Juventus. Mereka memilih untuk menghindar dan berusaha menjauh, namun kemudian sebuah tragedi terjadi. Dinding pembatas di sektor tersebut roboh karena tidak kuasa menahan beban dari orang-orang yang terus berusaha merangsek dan melompati pagar. Ratusan orang tertimpa dinding yang berjatuhan. Akibat peristiwa ini, sebanyak 39 orang meninggal dunia dan 600 lebih lainnya luka-luka. Tragedi sebelum kick off itu ternyata membuat konsentrasi para punggawa Liverpool sedikit menurun. Alhasil, dalam partai final tersebut The Reds harus mengakui keunggulan Juventus dengan skor tipis 1:0.

Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah ungkapan yang tepat untuk Liverpool kala itu. Dan, hari itu dewi fortuna sama sekali tidak berpihak di kubu Liverpool. Tak hanya kekalahan yang didapat tim Liverpool FC, hukuman pun didapat oleh tim ini. FIFA yang merupakan induk organisasi tertinggi dalam sepak bola memutuskan bahwa Liverpool bertanggung jawab atas kerusuhan yang dilakukan oleh Liverpudlian. FIFA pun akhirnya menghukum Liverpool dengan larangan bermain selama 6 tahun di seluruh kompetisi Eropa yang diselenggarakan oleh FIFA.

Walaupun dilarang bermain di level Eropa, ternyata tak membuat tim yang kala itu diasuh Kenny Daglish patah semangat. Liverpool tetaplah tim bermental juara. Tak bisa Berjaya di Eropa, Liverpool melampiaskan “amarahnya” di kampungnya sendiri—Inggris. Dalam kurun waktu 4 tahun setelah tragedi Heysel, Liverpool berhasil menggondol 3 gelar liga Inggris serta 2 gelar piala FA dan masih terus berada di atas Setan Merah. Ini membuktikan Liverpool memang bermental juara dan masih berpredikat Si Merah sesungguhnya.

Belum genap lima tahun usai tragedi Heysel, Liverpool lagi-lagi mengalami cobaan dahsyat di tengah kejayaannya yang sedang dinikmati. Kali ini sebuah tragedi terjadi di tanah Britannia tepatnya pada pertandingan semifinal Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forrest. Kejadian ini bermula saat ratusan penonton dari luar stadion mencoba memaksa masuk ke dalam stadion sehingga mengakibatkan Liverpudlian yang berada di tribun terjepit pagar pembatas stadion. Akibatnya, 94 Liverpudlian meninggal di tempat kejadian, termasuk sepupu Steven Gerrard, Jon Paul Gihooley, ia turut menjadi korban tewas dalam tragedy mengerikan tersebut.

Setelah bisa tetap tegar dan fight menghadapi dampak tragedy Heysel, kali ini Liverpool FC sepertinya mengalami trauma, hukuman dan juga kutukan yang sulit dihindarkan akibat tragedi Hillsbrough. Setelah kejadian Hillsbrough, Liverpool seperti kehilangan satu kakinya dalam bermain sepak bola. Liverpool tak seperti dulu lagi yang penuh motivasi dan haus akan gelar, Liverpool tak disegani lagi di kompetisi domestik.

Di tengah kemerosotan prestasi Liverpool, Manchester united yang di tangani oleh Sir Alex Ferguson berhasil memanfaatkan kondisi Liverpool yang sedang labil. Manchester United mengambil alih kekuasan di liga inggris dari tangan Liverpool, dan Manchester united sangat mendominasi liga inggris. Parahnya, sejak tahun 90-an, seakan Manchester United mengambil predikat Si Merah Sesungguhnya dari tangan Liverpool.

Meskipun Liverpool tidak bisa bersaing dengan Manchester United dalam persaingan tangga juara, tetapi selalu ada gengsi apabila bertemu dengan Setan Merah. Pertemuan kedua tim di atas lapangan kerap kali dijadikan ajang pembuktian siapa The Real Reds of Britannia, tak heran jika masyarakat Britannia, khususnya masyarakat Inggris menyebut rivalitas kedua tim ini di atas lapangan dengan sebutan Battle of Reds atau Duel Si Merah.

Sejak kemerosotanya pada awal 90-an, setidaknya ada dua laga yang tidak bisa dilupakan oleh kedua tim. Pertama pada musim 1999, kala itu MU berhasil menyabet tiga gelar sekaligus dalam satu musim, yaitu Liga Inggris, Piala FA dan Liga Champions. Menariknya dalam perjalananya meraih treble winner, Setan Merah sempat dibuat was-was saat putaran keempat Piala FA. Anak ajaib Liverpool, Michael Owen, membuka keunggulan Liverpool di menit ke-3 sekaligus membuat puluhan ribu pendukung United terdiam. Langkah United seakan-akan terhenti sebelum pertandingan berakhir hingga akhirnya Dwik Yorke menyamakan kedudukan pada menit ke-88. Solkjaer mungkin tepat dijuluki The Baby’s face Assassin karena golnya di menit ke-90 berhasil menyingkirkan Liverpool dari ajang FA Cup.

Sepuluh tahun tahun kemudian, Liverpool yang merasakan betapa bahagianya Mempecundangi Manchester United. Liverpool yang kala itu bertindak sebagai tim berhasil membuat malu Setan Merah di hadapan pendukungnya sendiri. Saat itu, tak tanggung-tanggung MU dicukur habis dengan skor 1-4 oleh Liverpool. kemenangan itu sungguh special untuk kubu tim tamu karena kemenangan tersebut merupakan kemenangan terbesar Liverpool di kandang Manchester United. Meskipun Liverpool kerap menyulitkan Manchester United jika saling bertemu, tetapi tetap saja sejak tragedi Hillsbrough Liverpool belum mampu kembali merebut kejayaan dari tangan Mancehseter United. Total sejak tragedi Hillsbrough, yaitu pada tahun 1990 total Setan Merah telah merengkuh sebanyak 12 gelar Liga Inggris, sedangkan Liverpool tak pernah merasakan gelar itu lagi bahkan hingga saat ini. Dan, satu hal yang paling sulit diterima oleh tim dan para Liverpudlian adalah Manchester United telah berhasil melampui gelar Liga Inggris yang dimiliki oleh Liverpool– MU 19 gelar sedangkan Liverpool 18 gelar.

Manchester United mungkin boleh berbangga dengan koleksi 19 gelar Liga Inggris, plus berhasil melampaui perolehan gelar Liverpool di ajang liga. Akan tetapi, itu hanya di Liga domestik, untuk total keseluruhan gelar yang diperoleh, Liverpool jauh lebih superior dibanding Manchester United. Total The Reds telah mengantongi 81 gelar, baik gelar domestik ataupun kancah eropa dan dunia, sedangkan Setan Merah baru meraih sebanyak 60 gelar. Cukup jauh bukan?

Semenjak ditangani oleh Fergie, sapaan akrab Sir Alex Ferguson, Setan Merah memang sangat mendominasi liga inggris dua dekade terakhir ini. Selama 25 tahun menangani MU, Ferguson telah berhasil meruntuhkan dominasi Liverpool yang sebelumya sangat berkuasa di kompetisi lokal. Secara tidak langsung, kehadiran Fergie di dalam tubuh Setan merah pulalah yang membuat Liverpool puasa gelar liga inggris selama 22 tahun.

Meskipun dalam dua dekade terakhir Liverpool tertinggal cukup jauh dengan Manchester united, tetapi selalu ada gengsi tersendiri bila berjumpa dengan MU. Saat ini, boleh saja tim yang bermarkas di Old Trafford itu menikmati kejayaanya, tetapi itu tak akan lama lagi. Usia Fergie saat ini sudah menginjak kepala tujuh dan diyakini dirinya akan segera pensiun dalam termin dua tahun lagi. Nah, disitulah awal kemunduran tim Setan Merah. Ketergantungan akan sosok Fergie akan sangat terasa dalam ruang ganti. Saat itulah Liverpool akan bangkit dan Berjaya kembali dan semakin menjelma menjadi The Real Reds of Britannia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar